Sobat smart-farmer, kali ini kita akan membahas artikel mengenai “Development of a remote environmental monitoring and control framework for tropical horticulture and verification of its validity under unstable network connection in rural area”, artikel ini dipublikasikan di Jurnal Computers and Electronics in Agriculture Tahun 2016. Artikel ini ditulis oleh Andri Prima Nugroho, Takashi Okayasu,Takehiko Hoshi, Eiji Inoue,Yasumaru Hirai, Muneshi Mitsuoka, Lilik Sutiarso. Abstraknya adalah sebagai berikut:
Akademisi
Budidaya tanaman sawi (Brassica rapa var. parachinensis L.) di lahan terbuka memiliki banyak kendala seperti serangan hama, angin, banjir, suhu lingkungan, kelengasan tanah hingga penyinaran yang tidak sesuai dengan syarat pertumbuhan tanaman. Dampaknya adalah terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga mempengaruhi produktivitas. Budidaya tanaman di rumah tanaman (greenhouse) merupakan alternatif yang baik untuk mengontrol kendala tersebut. Sistem kontrol pengendalian iklim mikro untuk greenhouse telah dirancang dengan menggunakan mikrokontroler AVR ATMega8535. Sistem kontrol dikembangkan dengan menggunakan lima sensor yaitu sensor suhu dan kelembaban lingkungan, sensor suhu tanah, sensor kelengasan tanah, dan sensor intensitas sinar matahari. Rancangan memiliki tiga aktuator yaitu aktuator kipas, aktuator pompa air, dan aktuator lampu fotosintesis. Rancangan diletakkan di dalam greenhouse yang terhubung dengan komputer untuk mengirim data iklim mikro selama 32 hari pengamatan. Melalui penelitian ini telah dihasilkan aktuator kipas yang memiliki nilai akurasi 95,46% dengan nilai kecepatan pengendalian untuk mengendalikan suhu 58,70 menit. Aktuator pompa air menunjukkan nilai akurasi 98,01%, dengan kecepatan mengendalikan kelengasan tanah 31,83 menit. Aktuator lampu fotosintesis menunjukan nilai kecepatan respon terhadap nilai setting point untuk menyalakan lampu fotosintesis < 1 detik (± 10 mS). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tanaman yang berada di dalam greenhouse memiliki tinggi, dimensi daun, berat basah, dan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan dengan di luar greenhouse. Artikel selengkapnya sebagai berikut:
Selamat siang sobat smart-farmer, kali ini artikel yang akan kita bahas adalah “Studi Pola Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica rapa var. parachinensis L.) Hidroponik di dalam Greenhouse Terkontrol” yang ditulis oleh Mareli Telaumbanua, Bambang Purwantana, Lilik Sutiarso, Mohammad Affan Fajar Falah. Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Agritech UGM pada tahun 2016. Abstrak dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tanaman sayuran harus dibudidayakan dengan optimal agar diperoleh hasil yang maksimal. Di wilayah tropis seperti di Indonesia, pertumbuhan tanaman sayuran dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti kelembaban, suhu, nutrisi dan cahaya. Untuk memperoleh kondisi yang optimal dan terkendali selama periode pertumbuhan, tanaman sawi dibudidayakan secara hidroponik di dalam greenhouse. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan tanaman sawi (Brassica rappa var. parachinensis L.) yang dibudidayakan secara hidroponik di dalam greenhouse yang dilengkapi dengan kendali suhu, nutrisi dan cahaya. Tujuan penelitian adalah menentukan kombinasi faktor terbaik yang memberikan pertumbuhan paling optimal. Penelitian dilakukan dengan memberikan tiga perlakuan dengan tiga variasi yaitu suhu (32 °C, 35 °C, dan 38 °C), nutrisi (2 mS/cm, 5 mS/cm, dan 8 mS/cm), dan cahaya (7000 lux, 12000 lux, dan 17000 lux) sehingga terdapat 27 ruang budidaya atau greenhouse dengan iklim mikro yang berbeda. Tingkat pertumbuhan ditentukan berdasarkan luas daun dan diukur selama 48 hari budidaya. Kendali di dalam masing- masing greenhouse dilakukan oleh aktuator pompa, lampu pijar dan lampu TL (Flourescent Lamp). Hasil penelitian menunjukkan suhu, nutrisi dan cahaya berpengaruh pada pertumbuhan tanaman sawi. Dari hasil analisis faktor tunggal, luas daun maksimum dihasilkan pada suhu 35 °C yaitu 565 cm-, nutrisi 5 mS/cm yaitu 639,27 cm- dan cahaya 17000 lux yaitu 697,42 cm-. Secara kombinasi, tingkat pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan suhu 35 °C, nutrisi 5 mS/cm, dan cahaya 17000 lux dengan hasil luas daun mencapai 1068,82 cm-.
Sobat smart-farmer, kali ini kita akan membahas mengenai aplikasi soft-computing dalam bidang pertanian yaitu “Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Parameter Kualitas Tomat Berdasarkan Parameter Warna RGB”. Artikel ini ditulis oleh Dr. Rudiati Evi Masithoh, Prof. Budi Rahardjo, Prof. Lilik Sutiarso, dan Dr. Agus Hardjoko. Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Agritech, Fakultas Teknologi Pertanian UGM pada tahun 2012. Abstraknya adalah sebagai berikut.
Jaringan syaraf tiruan (JST) digunakan untuk memprediksi parameter kualitas tomat, yaitu Brix, asam sitrat, karoten total, dan vitamin C. JST dikembangkan dari data Red Green Blue (RGB) citra tomat yang diukur menggunakan computer vision system. Data kualitas tomat diperoleh dari analisis di laboratorium. Struktur model JST didasarkan pada jaringan feedforward backpropagation dengan berbagai fungsi pelatihan, yaitu gradient descent (traingd), gradient descent dengan resilient backpropagation (trainrp), Broyden, Fletcher, Goldfrab dan Shanno (BFGS) quasi-Newton (trainbfg), serta Levenberg Marquardt (trainlm). Fungsi pelatihan yang terbaik adalah menggunakan trainlm, serta pada struktur jaringan digunakan fungsi aktivasi logsig pada lapisan tersembunyi dan linier (purelin) pada lapisan keluaran. dengan 1000 epoch. Nilai koefisien korelasi (r) pada tahap pelatihan dan validasi secara berturut-turut adalah 0.97 – 0.99 dan 0.92 – 0.99; sedangkan nilai MAE berkisar antara 0.01-0.23 dan 0.03-0.59.
Sobat smart-farmer, kali ini kita akan membahas mengenai pengembangan sistem informasi yang terkait dengan agro-industri kawasan lahan pantai. Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Agritech, Fakultas Teknologi Pertanian UGM pada tahun 2010. Judul artikel ini adalah “Sistem Informasi Teknologi Inovasi untuk Mendukung Pengembangan Agroindustri di Kawasan Lahan Pantai”, ditulis oleh Prof Lilik Sutiarso, Prof. Sigit Supadmo Arif, P. Tamtomo, dan Riki Andika. Abstrak dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Sobat smart-farmer, kali ini kita akan membahas mengenai Pengembangan Computer Vision System Sederhana untuk Menentukan Kualitas Tomat, paper penelitian ini ditulis oleh Dr. Rudiati Evi Masithoh, Prof. Budi Rahardjo, Prof. Lilik Sutiarso, dan Dr. Agus Hardjoko. Abstraknya adalah sebagai berikut:
Tujuan penelitian adalah mengembangkan computer vision system (CVS) sederhana untuk menentukan kualitas tomat secara nondestruktif berdasarkan parameter warna Red Green Blue (RGB). Parameter kualitas tomat yang diukur ada lah Brix, asam sitrat, vitamin C, dan gula total. Sistem ini terdiri peralatan utama yaitu kotak untuk meletakkan obyek, webcam untuk menangkap citra, komputer untuk mengolah data, sistem penerangan, dan perangkat lunak analisis citra yang dilengkapi dengan jaringan syaraf tiruan untuk menentukan kualitas tomat. Arsitektur jaringan dibentuk dengan3 lapisan yang terdiri dari 1 lapisan masukan dengan 3 sel syaraf masukan, 1 lapisan tersembunyi dengan 14 sel syaraf berfungsi aktivasi logsig dan 5 lapisan keluaran dengan fungsi aktivasi purelin menggunakan algoritma pelatihan back propagation. CVS yang dikembangkan dapat digunakan untuk memprediksi nilai parameter kualitas tomat yaitu Brix, vitamin C, asam sitrat, dan gula total, meskipun dibutuhkan persamaan kalibrasi. Persamaan kalibrasi untuk Brix, nilai aktualnya diperoleh dari persamaan y = 12,16x – 26,46 dengan x adalah nilai Brix prediksi. Sedangkan kadar vitamin C, asam sitrat, dan gula total aktual secara berturut-turut diperoleh dari y = 1,09x – 3.13, y = 7,35x – 19,44, dan y =1.58x – 0,18, dengan x adalah nilai vitamin C prediksi, asam sitrat prediksi, dan gula total prediksi.
Sobat Smart-farmer, berikut ini adalah kelanjutan dari penelitian sebelumnya mengenai pengembangan sistem informasi produksi pertanian. Kali ini ini judul paper yang akan dibahas adalah “An Information Support System for Indentifying Farming System Part II : A Case Study of Sleman Regency, Yogyakarta Province” abstraknya adalah sebagari berikut:
Bagian kedua dari penelitian ini adalah untuk memvalidasi sistem informasi yang dikembangkan di daerah pertanian terpilih. Untuk data primer, survei pertanian dilakukan di Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Enam puluh (60) rumah tangga peternakan di 6 (enam) kabupaten diselidiki yang dikelompokkan menjadi peternakan berbasis hewan dan berbasis traktor. Berdasarkan survei pertanian, hasilnya menggambarkan bahwa total surplus air tahunan di wilayah studi adalah 792 mm yang dicapai dari bulan November sampai April dan defisit air 355 mm dari bulan Mei sampai Oktober. Ada juga situasi surplus jumlah peralatan yang ditarik oleh hewan dan peralatan lokal untuk persiapan lahan di setiap kabupaten, namun ada kekurangan dalam jumlah anakan dan peralatan pencocokan yang sesuai. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa hasil dan prosedur panen merupakan faktor yang paling signifikan dalam menentukan tingkat pengembalian bersih sistem produksi tanaman pangan.
Sobat Smart-farmer, kali ini kita akan membahas paper/makalah yang ditulis oleh Prof. Lilik Soetiarso pada tahun 2002 yang berjudul “An Information Support System for Identifying Farming System Part I : Development of A Computer Program Package” . Artikel ini dimuat di Jurnal Agritech, Fakultas Teknologi Pertanian, Univesitas Gadjah Mada. Berikut ini abstrak penelitiannya:
Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan paket program komputer untuk mengidentifikasi sistem usahatani yang difokuskan pada analisis ketersediaan air, optimalisasi tenaga pertanian dan peralatan yang dipilih serta analisis sensitivitas. Program komputer untuk semua model dikembangkan dan ditulis dalam bahasa perintah FoxBASE. Tiga database diperoleh dari survei pertanian yaitu; iklim, panen, dan kekuatan. Semua database ini bisa ditambahkan, diedit, dihapus atau ditampilkan oleh pengguna melalui menu sistem manajemen database (DBMS). Mereka terbiasa mengevaluasi kegunaan program komputer sebagai data masukan. Sistem informasi menghitung jumlah surplus dan defisit air bulanan, jumlah optimal tenaga pertanian (hewan atau anakan listrik) dan alat pencocokannya yang dibutuhkan dan juga perubahan dalam pengembalian bersih sistem produksi tanaman karena adanya perubahan variabel input seperti harga tanaman, hasil panen, dan biaya bahan baku. Output sistem untuk setiap analisis dapat disajikan dalam tiga pilihan oleh layar, printer dan file yang dapat diakses ke bahasa lain.
Desain Sistem Kontrol Ruang Pertumbuhan Ulat Sutera Untuk Meningkatkan Kualitas Produksi Sutera Alam
Sobat smart-farmer, kali ini kita akan membahas mengenai aplikasi sistem kontrol pada sistem produksi ulat sutera. Penelitian ini dilaksanakan oleh Prof. Lilik Sutiarso, Dr. Atris Suyantohadi, dan Dr. Hari Purwanto dengan judul “Desain Sistem Kontrol Ruang Pertumbuhan Ulat Sutera Untuk Meningkatkan Kualitas Produksi Sutera Alam”. Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Agritech, Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2004. Berkikut ini abstrak yang dapat kita simak:
Permintaan sutra mentah dunia memberi kesempatan besar untuk pengembangan produksi sutera mentah di Yogyakarta. Baru-baru ini, hanya 21% dari keseluruhan permintaan sutra mentah yang terpenuhi, sedangkan Indonesia hanya menyumbang 0,1% per tahun. Masalah utamanya adalah minimnya kualitas sutera mentah. Pertumbuhan ulat sutra yang optimal bergantung pada lingkungan mikro, i. E. suhu, kelembaban, aerasi, dan intensitas cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknologi “on / atau kontrol otomatis” dalam pengawasan lingkungan pembibitan ulat sutera. Hasil yang diharapkan adalah kualitas kepompong berkualitas tinggi. Dalam penelitian ini, dua kondisi yang berbeda dari lingkungan pertumbuhan ulat sutera dibandingkan: lingkungan yang terkendali. (dalam kotak pembungaan) dan lingkungan normal Kemudian dari tahap instar ketiga (tahap pertumbuhan ulat sutra) ke tahap kepompong (tahap akhir atau instar kelima), suhu dan udara dilembabkan pada suhu 24 ° C – 26 ° C dan 70% – 80 Sementara, Aerasi dan intensitas cahaya berkisar 0,1 – 0,3 m / s dan 15 – 30 lux untuk semua tahap instar (konstan) masing-masing. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase tingkat kulit kokon pada pembesaran yang dikendalikan. lingkungan (19,66%), dibandingkan dengan hasil lingkungan pemeliharaan normal (18,56%), juga ada hasil yang berbeda secara signifikan pada ketebalan kepompong yang dihasilkan.
Selamat pagi sobat smart-farmers, kali ini kami akan mengulas secara singkat mengenai salah satu penelitian yang ada di smart-farming yaitu “Smart Agriculture Framework”. Apa itu SAF?, ini adalah terminologi yang kami gunakan untuk kerangka kerja yang membantu proses smart yang kami usulkan. Kerangka kerjanya (framework) tersusun atas sistem komputasi yang dirancang berjalan di cloud (server) dengan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan operasional pertanian di lapangan.
Smart Agriculture Framework disusun dari pengetahuan mengenai Agricultural Climatology, pengetahuan tentang iklim, cuaca, baik skala mikro maupun makro (musim), serta pengetahuan mengenai pranoto mongso. Penyusun selanjutnya adalah Plant Biology, pengetahuan mengenai bagaimana interaksi antara lingkungan dan tanaman serta bagaimana tanaman bertumbuh kembang dengan baik, istilah yang biasa dipakai adalah fisiologi tanaman. Selanjutnya adalah Data Science, ilmu mengenai bagaimana data yang diperoleh dapat diolah menjadi informasi, pengetahuan, dan pada akhirnya dapat menjadi kearifan lokal (wisdom). Berikutnya adalah teori kontrol (Control Theory), sebagai respon dalam pengelolaan data/informasi yang telah disusun. Pengetahuan kontrol ini lah yang akan digunakan oleh framework dalam memberikan respon untuk proses kendali lingkungan dan juga pendukung pengambilan keputusan pada operasional produksi pertanian.
Komentar Terbaru