Sejalan dengan berlangsungnya revolusi industri menuju era industri 4.0 telah membawa perubahan yang sangat signifikan, tidak hanya pada bergesernya jenis teknologi yang kita gunakan, tetapi lebih penting lagi adalah perubahan pola pikir (mindset) dalam memasuki era industri yang baru ini. Hal ini memberikan pengaruh terhadap arah pembangunan nasional yang tadinya bertumpu pada sektor pertanian menjadi industri yang kemudian berdampak pada wajah sistem pertanian Indonesia.
Sistem pertanian tidak lagi hanya dipersepsikan sebagai kegiatan bercocok tanam saja semata, tetapi pertanian merupakan bagian sistem industri yang ditandai dengan transformasi bahan baku (raw materials) menjadi produk pertanian (agricultural products) yang siap untuk dimanfaatkan dan memiliki nilai tambah, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan. Paling tidak ada tiga tahapan dalam sistem industri pertanian yang dapat diidentifikasi, yaitu; (i) sub sistem penyediaan bahan baku, (ii) sub sistem pengolahan, dan (iii) sub sistem distribusi dan pemasaran.
Gambar 1. Skema sistem industri pertanian dan komponen sistem
Pada Gambar 1 terlihat bahwa pada setiap tahapan dalam proses industri membutuhkan sumberdaya dalam berbagai bentuk yang memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas produk akhir nantinya. Dalam konsep sistem industri pertanian atau industri yang memanfaatkan sumberdaya hayati (bioresources) dan non hayati, penggunaan sumberdaya (input sistem) yang berlebihan belum tentu memberikan hasil yang maksimal juga. Karena masing-masing komponen sistem tersebut (Gambar 1) memiliki karakteristik (perilaku) dan kondisi awal (initial state) yang berbeda-beda. Oleh karena itu, fenomena ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan pada saat kita mendesain sistem industri pertanian. Pemikiran (persepsi) baru dalam pengembangan sistem pertanian tersebut yang kemudian dikenal dengan pertanian modern.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, pengembangan pertanian modern ditandai salah satunya dengan perubahan pola pikir penggunaan sumberdaya hayati dan non hayati yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Ketepatan penggunaan sumberdaya dalam sistem produksi pertanian kemudian disebut dengan pertanian presisi (precision agriculture). Pengertian pertanian presisi haruslah dilihat dari berbagai persepektif (sudut pandang) untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, antara lain; perspektif manajerial, tingkatan teknologi, aspek ekonomi, lingkungan sosial budaya masyarakat petani.
Pertanian presisi adalah konsep pertanian dengan pendekatan sistem untuk menuju pertanian dengan rendah pemasukan (low-input), efisiensi tinggi, dan pertanian berkelanjutan. Pengertian lain menyebutkan bahwa pertanian presisi adalah sistem pertanian yang mengoptimalkan penggunaan sumberdaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan juga mengurangi dampak terhadap lingkungan. Konsep yang diperhatikan diantaranya dengan pendekatan sistem (system approach) yang memperhatikan input, proses, output, dan outcome.
Tantangan bagi petani kita di Indonesia dalam era pertanian presisi harus memiliki kemampuan dalam pengelolaan lahan, pengelolaan tanaman, pengelolaan alat dan mesin pertanian, baik yang digunakan pada tahapan pra-panen maupun pascapanen, serta pengelolaan tenaga kerja. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi pada tingkat keberhasilan dalam implementasi pertanian presisi. Akselerasi pengembangan pertanian presisi di Indonesia juga tidak dapat lepas dari pemanfaatan teknologi modern saat ini. Teknologi yang diaplikasikan harus mampu dalam mendeteksi apa yang ada di lahan, memutuskan apa yang akan dilakukan, dan memberikan perlakuan yang sesuai dengan keputusan yang telah dibuat.
Saat ini berbagai jenis teknologi yang mendukung implementasi pertanian presisi sudah banyak dikembangkan, walaupun penggunaannya masih terbatas pada tataran riset dan uji coba. Namun demikian hal ini menunjukkan optimisme kita bersama bahwa transisi menuju pertanian presisi di Indonesi sudah melalui jalur yang benar. Berikut beberapa jenis teknologi dalam pertanian presisi yang bisa dicontohkan, antara lain; (i) Geographical Position System (GPS), (ii) Geographic Information System (GIS), (iii) Variable Rate Application (VRA), (iv) Remote Sensing System, (v) Yield Mapping, (vi) Database Management System (DBMS), Spatial Variability. Dalam pertanian presisi, jenis teknologi tersebut di atas memberikan dukungan dalam proses pengambilan keputusan untuk dapat menentukan perlakuan yang tepat dan memberikan manfaat dalam tahapan sistem produksi.
Berikut salah satu contoh hasil riset yang telah dilaksanakan oleh penulis, dkk. (2018 & 2019) terkait dengan pengembangan pertanian presisi berbasis model keberagaman sifat tanah yang didanani oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Ada tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu; (i) mengidentifikasi tingkat kesuburan tanah berdasarkan kandungan unsur hara, (ii) mengembangkan instumen (tools) untuk pengambilan keputusan (DSS), dan (iii) memberikan perlakuan pada lahan dengan penambahan pupuk secara tepat. Gambar 2 dan 3 memperlihatkan hasil monitoring perubahan tingkat kesuburan tanah berdasarkan perubahan refleksi tanah (deteksi panjang gelombang tanah) dan peta sebaran tingkat ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Gambar 2. Tingkat kesuburan tanah yang ditandai dengan ketersediaan hara
Gambar 3. Pengelompokan lahan berdasarkan kebutuhan pemupukan (Urea & SP-36)