Universitas Gadjah Mada Smart Farming
Teknik Pertanian & Biosistem
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Prestasi
  • Publikasi
  • Komunitas (CoP)
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • Target
  • Pemerintah
Arsip:

Pemerintah

Dr. Andri Prima Nugroho Mengenalkan IKMC: Solusi Manajemen Pengetahuan untuk Keberlanjutan Modernisasi Irigasi di Daerah Irigasi Manganti

Pemerintah Friday, 9 May 2025

Kota Banjar, 6 Mei 2025. Dalam rangkaian Kegiatan Evaluasi Modernisasi Irigasi di Daerah Irigasi (DI) Manganti pada 5-6 Mei 2025, diselenggarakan sesi mengenai Pengenalan Irrigation Knowledge Management Center (IKMC) oleh Ir. Andri Prima Nugroho, Ph.D. dan Prof. Dr. Sigit Supadmo Arif. Kegiatan ini merupakan bagian dari kerjasama Pusat Kajian Modernisasi Irigasi dan Pertanian (PMIP) dengan Direktorat Bina Teknik SDA Kementerian Pekerjaan Umum. Presentasi bertajuk “Irrigation Knowledge Management Center (IKMC) – Membangun Pondasi Pengetahuan untuk Keberlanjutan Modernisasi Irigasi Nasional” ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Kepala BBWS Citanduy, Dr. Elroy Koyari, dan Muhammad Ramdhani, Kepala Bidang OP BWS Citanduy. read more

Dosen dan Peneliti Smart Agriculture menjadi narasumber di Workshop Adopsi Inovasi Soil Health Management, Kerjasama University of Passau Germany dan Universitas Gadjah Mada

AkademisiIndustriKomunitasPemerintah Wednesday, 3 August 2022

Yogyakarta, 13 Juli 2022. Dosen dan Peneliti Smart Agriculture Research, Dr. Andri Prima Nugroho mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu narasumber di acara Workshop Adopsi Inovasi Soil Health Management pada Petani di Indonesia Kerjasama University of Passau and Universitas Gadjah Mada. Dilatar belakangi oleh pentingnya pengelolaan tanah dengan mempertimbangkan keberlanjutan dalam pemanfaatanya untuk aktivitas pertanian, maka Peneliti dari Universitas Passau Germany menyelenggarakan project penelitian adopsi dan pemanfaatan perangkat pengukuran kesuburan tanah untuk petani kecil dan menengah, paparan mengenai project ini disampaikan oleh Dr. Nathalie Luck. sekaligus sebagai pengantar pelaksanaan workshop.

Kesuburan tanah menjadi hal penting yang menunjang keberhasilan proses produksi pertanian. Salah satu inovasi yang akan dibahas pada workshop kali ini adalah adopsi teknologi alat ukur kesuburan tanah. Peralatan yagn dikenalkan untuk mengukur kesuburan tanah yang dikenalkan oleh Balai Penelitian Tanah yaitu PUTS (Perangkat Ukur Tanah Sawah). Seperti yang disampaikan oleh Kepala Balai Penelitian Tanah, Dr. Ladyani Retno Widyati, dalam paparannya.

 

Dr. Andri Prima Nugroho saat penyampaian di Workshop

Dr. Andri Prima Nugroho saat penyampaian di Workshop

Peneliti Smart Agriculture, Dr. Andri Prima Nugroho, menyampaikan paparan mengenai Potensi Smart Farming dalam Pengembangan Usaha Pertanian, dengan memberikan contoh dan case studi teknologi pertanian yang diadopsi pada masyarakat kecil dan menengah. Beberapa studi kasus dan peralatan tepat guna berbasis IT dikenalkan pada pengelolaan pertanian konvensional ke arah semi-modern. Salah satu teknologi yang dikenalkan adalah Sistem Pengelolaan Irigasi (SIPASI), Pengelolaan Pertanian Terpadu berbasis manajemen pengetahuan di SmartAgri.id.

Narasumber lain yang juga dihadirkan dalam workshop kali ini adalah Dr. Eko Zulkifli PT NASA (Natural Nusantara), dengan membawakan materi Arti Penting Manajemen Kesehatan dan Kesuburan Tanah bagi Peningkatan Produksi Pertanian, selanjutnya adalah Dr. Ir. Roso Witjaksono, M.S. dengan paparan Kesiapan Petani terhadap Adopsi Inovasi Pertanian, serta dari Pemerintah ada Opik Mahendra, S.P., M.Sc.

Sesi diskusi dan tanya jawab yang dihadiri oleh peserta dari Akademisi, Pemerintah, dan juga Pengusaha berlangsung secara interaktif mengenai strategi penggunaan/pemanfaatan peralatan untuk meningkatkan produktivitas pertanian untuk masa depan. Semoga dengan sharing dan juga diskusi pada workshop ini dapat memberikan kontribusi perkembangan pertanian Indonesia.

Informasi rekaman acara workshop dapat dilihat pada link berikut.

Kontributor: AN.

Ketika Bertani Itu Bukan Sekedar Urusan Menanam

AkademisifeaturesKomunitasPemerintahUncategorized Tuesday, 15 September 2020

Menjadi seorang urban gardener, seringkali saya ditanya oleh teman yang kebetulan berkunjung dengan kalimat ” mengapa tidak menanam brokoli?” ; “mengapa tidak menanam tanaman selada?” atau “mengapa tanamannya tidak selengkap dulu?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengharuskan saya menjelaskan panjang lebar mengenai karakter masing-masing tanaman yang ditanyakan atau menjelaskan musim apa yang cocok untuk menanam tanaman tertentu agar bisa tumbuh optimal.

Hidup di negara tropis yang memungkinkan bisa bertanam aneka tanaman sepanjang tahun bukan berarti semua jenis tanaman yang ditanam bisa hidup dengan baik sepanjang tahun pula. Perguliran waktu dari hari ke hari dalam satu tahun, lokasi tempat bertanam sangat berpengaruh dalam pemilihan jenis tanaman yang dihasilkan. Sebagai misal, seorang urban gardener yang tinggal di Bandung akan bisa menanam aneka sayuran bernilai ekonomis tinggi seperti brokoli, paprika, timun kyuri, dan zucchini dengan mudah sepanjang tahun, karena ketinggian tempat serta iklim mikro di sekitar tanaman relatif stabil dari waktu ke waktu.

Gambar 1. Jenis sayuran yang dapat hidup didataran rendah

Sebaliknya ketika bertanam di wilayah dataran rendah seperti Yogyakarta, pilihan tanaman yang bisa tumbuh dengan baik lebih sedikit, hanya jenis-jenis sayuran dataran rendah (seperti yang dapat dilihat pada gambar 1), terlalu banyak hambatan berbudidaya, mulai dari cuaca yang panas, serangan hama penyakit serta ketersediaan air.

Sobat Smart Farmer, pemahaman hal dasar seperti diatas tentu menjadi sangat perlu, karena menurut saya bertani bukan lagi urusan menebar benih, menanam bibit dan memelihara tanaman, serta menghasilkan tanaman. Dalam bertani terkandung seni memahami setiap fenomena yang berkembang dari waktu ke waktu serta memahami karakter alam dan tanaman yang pada akhirnya memang perlu juga memahami pola konsumsi masyarakat yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya.

Pada masa lalu masyarakat pertanian secara umum lebih mengedepankan ilmu titen dalam memahami karakter alam, menciptakan pranata mangsa jika di pulau Jawa, atau menggunakan Kerta Mase jika di pulau Bali untuk memudahkan menandai waktu menanam, memupuk, memanen umbi, memanen sayuran dan kapan bisa mengolah makanan tertentu. Namun patut disayangkan pengetahuan lokal tersebut kebanyakan diwariskan dalam bentuk pitutur turun temurun, bukan pengetahuan tertulis sekelas old farmer almanac di Amerika yang terdokumentasikan dengan baik selama ber abad-abad.

Sejalan perkembangan waktu dan tuntutan ekonomi, masyarakat mulai melupakan ilmu titen dan pemahaman akan pengetahuan dasar tata musim tradisional sehingga akhir-akhir ini banyak orang yang menanam sekedar menanam, urusan hasil serahkan pada nasib. Hal ini perlu disikapi dengan adanya pengamatan fenomena yang lebih modern dalam kurun waktu tertentu dengan tujuan akhir automatisasi untuk menandai waktu-waktu optimum dalam menanam dan berbudidaya pertanian secara luas. Dengan begitu, tercipta praktek bertanam yang bukan sekedar menanam, tetapi mempunyai dasar ilmiah mengenai berbagai pilihan jenis dan waktu tanam yang selaras dengan kondisi alam, bukan melulu sekedar urusan menanam.

Sribudi Astuti, alumni TEP angkatan 1997, Pegiat Urban Farming, Pengelola UPT Sub Terminal Agribisnis Tempel merqngkap Kasubbag Perencanaan & Evaluasi Dinas Pertanian pangan dan Perikanan Kab. Sleman.

Model Wireless Sensor Network (WSN) Berbasis Modul Radio Frekuensi (RF Module) untuk Pengembangan Smart Irrigation System (SIS) pada Lahan Perkebunan

AkademisifeaturesKomunitasPemerintahUncategorized Tuesday, 15 September 2020

Irigasi menjadi bagian penting dalam kegiatan usaha tani. Seiring dengan semakin terbatasnya sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian tersebut, petani modern mulai menerapkan metode pemberian air pada tanaman budidaya secara presisi, yaitu sebuah cara pemberian air yang menggunakan dasar ukuran tertentu. Dengan kata lain, pemberian air tidak dilakukan semaunya, tetapi didasarkan atas kebutuhan tumbuh tanaman. Untuk tujuan tersebut, penerapan sistem pengaturan pada pemberian air irigasi banyak dikembangkan.

Dalam pertanian skala besar, seperti pada perkebunan, pengaturan air irigasi sangat diperlukan. Disamping untuk mengurangi kebutuhan tenaga kerja, pengaturan tersebut juga dapat mengoptimalkan luasan budidaya dari ketersediaan sumber air yang terbatas.

Meskipun berbagai teknologi Internet of Thing (IoT) telah memberikan peluang pengembangan sistem irigasi cerdas (smart irrigation system, SIS), beberapa perkebunan di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Sebagai contoh misalnya perkebunan nanas di PT. Great Giant Food Lampung yang memiliki lahan budidaya luas, sebagian besar wilayah perkebunannya tidak terjangkau oleh jaringan internet. Kondisi tersebut menjadi penghambat pada penerapan teknologi IoT yang tersedia saat ini.

Salah satu upaya untuk tetap mengembangkan sistem irigasi tersebut adalah dengan menerapkan teknologi komunikasi data berbasis jaringan frekuensi radio (radio frequency, RF) untuk mengubungkan titik-titik (node) yang menjadi bagian dari SIS tersebut. Salah satu kajian penerapan teknologi RF sebagai penghubung antar node dalam sebuah SIS diberikan pada: https://doi.org/10.1109/CENIM.2018.8710986.

 

Dr. Radi, STP., M.Eng.

Dosen dan peneliti di bidang Agricultural Control and Automation. Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada.

Pengembangan Konsep Pertanian Presisi di Indonesia

AkademisiKomunitasPemerintahUncategorized Sunday, 13 September 2020

Sejalan dengan berlangsungnya revolusi industri menuju era industri 4.0 telah membawa perubahan yang sangat signifikan, tidak hanya pada bergesernya jenis teknologi yang kita gunakan, tetapi lebih penting lagi adalah perubahan pola pikir (mindset) dalam memasuki era industri yang baru ini. Hal ini memberikan pengaruh terhadap arah pembangunan nasional yang tadinya bertumpu pada sektor pertanian menjadi industri yang kemudian berdampak pada wajah sistem pertanian Indonesia.

Sistem pertanian tidak lagi hanya dipersepsikan sebagai kegiatan bercocok tanam saja semata, tetapi pertanian merupakan bagian sistem industri yang ditandai dengan transformasi bahan baku (raw materials) menjadi produk pertanian (agricultural products) yang siap untuk dimanfaatkan dan memiliki nilai tambah, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan. Paling tidak ada tiga tahapan dalam sistem industri pertanian yang dapat diidentifikasi, yaitu; (i) sub sistem penyediaan bahan baku, (ii) sub sistem pengolahan, dan (iii) sub sistem distribusi dan pemasaran.

Gambar 1. Skema sistem industri pertanian dan komponen sistem

Pada Gambar 1 terlihat bahwa pada setiap tahapan dalam proses industri membutuhkan sumberdaya dalam berbagai bentuk yang memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas produk akhir nantinya. Dalam konsep sistem industri pertanian atau industri yang memanfaatkan sumberdaya hayati (bioresources) dan non hayati, penggunaan sumberdaya (input sistem) yang berlebihan belum tentu memberikan hasil yang maksimal juga. Karena masing-masing komponen sistem tersebut (Gambar 1) memiliki karakteristik (perilaku) dan kondisi awal (initial state) yang berbeda-beda. Oleh karena itu, fenomena ini menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan pada saat kita mendesain sistem industri pertanian. Pemikiran (persepsi) baru dalam pengembangan sistem pertanian tersebut yang kemudian dikenal dengan pertanian modern.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, pengembangan pertanian modern ditandai salah satunya dengan perubahan pola pikir penggunaan sumberdaya hayati dan non hayati yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Ketepatan penggunaan sumberdaya dalam sistem produksi pertanian kemudian disebut dengan pertanian presisi (precision agriculture). Pengertian pertanian presisi haruslah dilihat dari berbagai persepektif (sudut pandang) untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, antara lain; perspektif manajerial, tingkatan teknologi, aspek ekonomi, lingkungan sosial budaya masyarakat petani.

Pertanian presisi adalah konsep pertanian dengan pendekatan sistem untuk menuju pertanian dengan rendah pemasukan (low-input), efisiensi tinggi, dan pertanian berkelanjutan. Pengertian lain menyebutkan bahwa pertanian presisi adalah sistem pertanian yang mengoptimalkan penggunaan sumberdaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan juga mengurangi dampak terhadap lingkungan. Konsep yang diperhatikan diantaranya dengan pendekatan sistem (system approach) yang memperhatikan input, proses, output, dan outcome.

Tantangan bagi petani kita di Indonesia dalam era pertanian presisi harus memiliki kemampuan dalam pengelolaan lahan, pengelolaan tanaman, pengelolaan alat dan mesin pertanian, baik yang digunakan pada tahapan pra-panen maupun pascapanen, serta pengelolaan tenaga kerja. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi pada tingkat keberhasilan dalam implementasi pertanian presisi. Akselerasi pengembangan pertanian presisi di Indonesia juga tidak dapat lepas dari pemanfaatan teknologi modern saat ini. Teknologi yang diaplikasikan harus mampu dalam mendeteksi apa yang ada di lahan, memutuskan apa yang akan dilakukan, dan memberikan perlakuan yang sesuai dengan keputusan yang telah dibuat.

Saat ini berbagai jenis teknologi yang mendukung implementasi pertanian presisi sudah banyak dikembangkan, walaupun penggunaannya masih terbatas pada tataran riset dan uji coba. Namun demikian hal ini menunjukkan optimisme kita bersama bahwa transisi menuju pertanian presisi di Indonesi sudah melalui jalur yang benar. Berikut beberapa jenis teknologi dalam pertanian presisi yang bisa dicontohkan, antara lain; (i) Geographical Position System (GPS), (ii) Geographic Information System (GIS), (iii) Variable Rate Application (VRA), (iv) Remote Sensing System, (v) Yield Mapping, (vi) Database Management System (DBMS), Spatial Variability. Dalam pertanian presisi, jenis teknologi tersebut di atas memberikan dukungan dalam proses pengambilan keputusan untuk dapat menentukan perlakuan yang tepat dan memberikan manfaat dalam tahapan sistem produksi.

Berikut salah satu contoh hasil riset yang telah dilaksanakan oleh penulis, dkk. (2018 & 2019) terkait dengan pengembangan pertanian presisi berbasis model keberagaman sifat tanah yang didanani oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Ada tiga tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu; (i) mengidentifikasi tingkat kesuburan tanah berdasarkan kandungan unsur hara, (ii) mengembangkan instumen (tools) untuk pengambilan keputusan (DSS), dan (iii) memberikan perlakuan pada lahan dengan penambahan pupuk secara tepat. Gambar 2 dan 3 memperlihatkan hasil monitoring perubahan tingkat kesuburan tanah berdasarkan perubahan refleksi tanah (deteksi panjang gelombang tanah) dan peta sebaran tingkat ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Gambar 2. Tingkat kesuburan tanah yang ditandai dengan ketersediaan hara

Gambar 3. Pengelompokan lahan berdasarkan kebutuhan pemupukan (Urea & SP-36)

 

 

 

Perancangan Automatic Water Level Monitoring System (AWLMS) Berbasis Iot untuk Saluran Irigasi Sekunder dan Tersier

AkademisifeaturesKomunitasPemerintah Tuesday, 14 July 2020

Salah satu bentuk pengelolaan irigasi adalah pengamatan dan pencatatan tinggi muka air pada bangunan ukur debit, kegiatan ini biasanya dilakukan secara manual. Salah satu kelemahan pencatatan secara manual ini adalah kurang efektif dan efisien seringkali petugas tidak teliti dan lupa dalam membaca tinggi muka air. Perlu adanya alat pemantau tinggi muka air secara otomatis dan real-time khususnya untuk saluran irigasi sekunder dan tersier untuk memudahkan pemantauan dan pencatatan serta untuk mencapai pengelolaan jaringan irigasi yang efektif dan efisien guna mendukung program modernisasi irigasi. read more

“Automatic Growth Chamber” Sebuah Sistem Monitoring Otomatis Ritme Sirkadian Berdasarkan Pergerakan Tanaman

AkademisiKomunitasPemerintahUncategorized Tuesday, 14 July 2020

Pergerakan Tanaman dan Ritme Sirkadian
Pergerakan tanaman merupakan salah satu proses yang terjadi akibat adanya iritabilitas yang dimiliki oleh tanaman baik mendekati maupun menjauhi rangsangan. Sobat Smart Farmer, tahukah kalian jika pergerakan tanaman memiliki sebuah irama yang dipicu oleh adanya jam biologis? Jam biologis adalah fluktuasi periodik dalam biologi organisme yang sesuai untuk menanggapi terjadinya perubahan kondisi lingkungan secara periodik. Jam biologis pada tanaman akan membentuk sebuah siklus biologi. Pada tanaman, siklus tersebut akan berulang setiap 24 jam dan disebut dengan ritme sirkadian seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.1.


Gambar 1. 1 Aktifiitas jam sirkadian pada tanaman

Pergerakan tanaman dikarenakan adanya jam biologis atau ritme sirkadian biasanya sulit untuk diamati secara kasat mata. Hal tersebut karena tanaman memiliki alat gerak pasif sehingga gerakan atau aktivitas tanaman terjadi sangat halus. Namun demikian, ritme sirkadian ini dapat dideteksi dengan cara mengamati pergerakan daun tanaman sebagai salah satu indikator fisik yang biasa digunakan untuk menyelidiki keberadaan ritme tersebut.

Ruang Pertumbuhan Tanaman Otomatis (Automatic Growth Chamber)

Gambar 1.2 Kerangka pikir sistem

Dalam upaya untuk mengetahui keberadaan ritme sirkadian, maka dirancang sebuah sistem monitoring pergerakan tanaman berupa ruang pertumbuhan otomatis (automatic growth chamber) dengan gambaran kerangka pikir yang dapat dilihat pada gambar 1.2. Bertujuan untuk mendukung pertanian presisi, sistem yang dibangun diharapkan dapat meminimalisir terjadinya human error pada proses monitoring pergerakan tanaman terutama dalam kaitannya untuk menyelidiki keberadaan ritme sirkadian. Automatic Growth Chamber (gambar 1.3) yang dibuat terdiri dari beberapa komponen penting yang dapat bekerja secara otomatis dan terintegrasi cloud. Beberapa komponen tersebut antara lain sensor monitoring kondisi lingkungan, sistem pencahayaan, alat irigasi dan fitur multi-camera yang dipasang dengan dua jenis proyeksi yaitu vertikal dan horizontal.

Ruang Pertumbuhan (Chamber) dan Sistem Pencahayaan Otomatis

Ruang pertumbuhan tanaman (chamber) sangat diperlukan sebagai upaya untuk menghasilkan lingkungan yang terkendali sebelum tanaman siap diamati. Lingkungan yang terkendali akan sangat mempengaruhi hasil monitoring pergerakan tanaman dan proses identifikasi ritme sirkadian. Ruang pertumbuhan tanaman (gambar 1.3) dapat memberikan kontrol yang tepat terhadap parameter lingkungan, seperti suhu, kelembaban, dan siklus cahaya selama proses monitoring pergerakan tanaman berlangsung.

Gambar 1.3 Ruang pertumbuhan tanaman dengan berbagai fitur otomatis

Terdapat banyak faktor yang akan mempengaruhi ritme sirkadian pada tanaman dan hingga saat ini cahaya digunakan sebagai stimulus untuk memperoleh respon dari ritme sirkadian tersebut. Dalam banyak percobaan organisme selalu digunakan cahaya buatan yang dikendalikan dengan pengatur waktu sederhana dan disesuaikan hidup matinya. Sejauh ini penelitian menunjukkan bahwa pencahayaan yang optimum guna mendeteksi respon terbaik tanaman adalah 12 jam menggunakan cahaya yang bersumber dari LED Growth Light (gambar 1.4).

Alat Irigasi Otomatis

Gambar 1.5 Alat irigasi otomatis berbasis time scheduling

Ruang pertumbuhan yang dirancang dilengkapi dengan sebuah sistem pengairan (irigasi) yang dapat bekerja secara otomatis (gambar 1.5). Bekerja dengan prinsip time scheduling, alat ini dapat melakukan penyiraman otomatis setiap 12 jam sekali dengan volume irigasi tertentu. Alat ini tentunya cukup memudahkan pengamat dalam proses penyiraman dan meminimalisir terjadinya human error dalam pemberian treatment air irigasi pada tanaman yang diamati.

Sensor Monitoring Kondisi Lingkungan

Gambar 1.6 Sensor suhu, kelembaban dan  intensitas cahaya

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti kelembaban (RH), suhu dan intensitas cahaya. Oleh karena itu diperlukan sebuah alat yang dapat me-monitoring kondisi lingkungan sekitar tanaman yang diamati secara real time. Alat monitoring (gambar 1.6) ini dipasang dalam masing-masing ruang pertumbuhan dan diatur untuk dapat mengambil data kondisi lingkungan secara otomatis setiap 5 menit sekali dan mengirim data tersebut ke cloud server (Agrieye-UGM) secara real time (gambar 1.7).

Gambar 1.7 Contoh data hasil monitoring lingkungan

Fitur Multi-Camera

Pengambilan citra tanaman dilakukan dengan dua jenis proyeksi yaitu proyeksi vertikal menggunakan top-camera dan proyeksi horizontal menggunakan side-camera dapat dilihat pada gambar 1.8. Masing-masing area pengambilan gambar diberi alas berupa kain hitam yang berfungsi sebagai backround. Warna hitam dianggap sebagai warna paling ideal dan tidak akan mengganggu proses pengambilan dan pengolahan data citra lebih lanjut. Backround yang dipasang berfungsi untuk memudahkan sistem untuk  membedakan antara obyek yang diamati dengan backround-nya. Kamera yang digunakan dalam proses monitoring pergerakan tanaman dalam growth chamber ini dapat dilihat pada gambar 1.9.

Gambar 1.8 Gambarang sudut pengambilan citra tanaman berdasarkan 2 jenis proyeksi

Gambar 1.9 Multi-camera yang dipasang didalam chamber

Hasil Capture dan Visualisasi Vektor Pergerakan

Contoh hasil pengambilan data citra (capture) dari proyeksi vertikal dan horizontal pada chamber dapat dilihat pada gambar 1.10. Terdapat 4 sample data citra untuk masing-masing proyeksi. Sample data citra tersebut diambil pada pukul enam pagi-petang dan pukul dua belas pagi-petang. Berdasarkan sample tersebut, belum terlihat perbedaan yang signifikan antar citra tanaman yang didapat. Pergerakan dari tanaman yang diamati belum terlihat dengan jelas sehingga masih perlu pengolahan (analisis) lebih lanjut untuk dapat melihat pergerakan dari tanaman yang diamati.

Gambar 1.10 Contoh hasil pengambilan data citra tanaman read more

“BGC Economy Based Integrated Agricultural System” Sebuah Konsep Pengembangan “New Agricultural System” Di Indonesia

AkademisifeaturesKomunitasPemerintah Monday, 13 July 2020

Label Indonesia sebagai negara agraris perlu dikaji ulang dengan memperhatikan berbagai faktor dan fakta yang ada saat ini. “Orang bilang tanah kita tanah surga .. tongkat kayu dan batu jadi tanaman” merupakan penggalan lirik lagu “Kolam Susu” yang dinyanyikan Koes Plus pada era tahun 70’an, pastinya sudah tidak cocok lagi dengan kondisi sekarang. Pekerjaan sebagai petani tidak lagi memberikan kebanggaan pada diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Apalagi kalau sektor ini menjadi mata pencaharian utama untuk mendukung ekonomi keluarga, bisa dikatakan bahwa keluarga petani masih berada di bawah batas hidup yang layak. Sebenarnya kalau kita melihat angka-angka capaian dalam indikator pembangunan pertanian Indonesia, antara lain; produktivitas tanaman pangan pokok, rasio impor – ekspor dan indeks daya saing produk pertanian, nilai tukar petani, sumbangan PDB sektor pertanian dibanding dengan sektor lain, serta laju konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian per tahun, memberikan kesimpulan bahwa kita harus melakukan perubahan paradigma (reorientasi dan re-design) pembangunan pertanian yang paling mendasar.

Pembangunan pertanian selama ini masih pada tataran pemenuhan sarana prasarana fisik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas, misalnya; pengadaan alat dan mesin pertanian, subsidi pupuk, sarana saluran irigasi, yang tentunya untuk kepentingan pengukuran capaian kinerja serapan anggaran mudah untuk dilakukan. Kita belum bisa mendapatkan bukti nyata dampak positif yang signifikan. Belum ada perubahan nyata terkait dengan indikator makro sektor pertanian kita sehingga mampu bersaing dengan negara-negara tetangga kita.

Solusi yang telah banyak dikemukakan oleh para pakar bidang pertanian di Indonesia, baik yang berasal dari perguruan tinggi maupu badan litbang terkait sebenarnya memberikan angin segar bagi perubahan arah kebijakan pembangunan pertanian Indonesia. Perubahan kondisi global terkait dengan sistem pertanian memberikan dukungan yang kuat untuk kita berubah, salah satunya berkembangnya konsep bio-economy, green economy, circular economy (BGC economy) yang pada intinya memberikan peran lebih dominan sektor pertanian sebagai basis pertumbuhan ekonomi suatu negara. Optimalisasi sistem pertanian dan sumberdaya pendukungnya memegang peranan dalam penentuan kebijakan “new agricultural system” di Indonesia. Banyak referensi terkait dengan pengembangan konsep BCG economy yang pada dasarnya bisa digambarkan seperti dalam Gambar 1.

Gambar 1. Penerapan model BCG economy dalam sistem pertanian.

(Sumber: D.D’Amato et.al., 2017)

Pendekatan konsep BCG economy yang diterapkan pada pembangunan sistem pertanian memberikan arah yang lebih jelas dalam pengukuran indikator keberhasilannya, yaitu; nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh sistem tersebut, selain itu tentunya parameter produktivitas, kualitas, maupun efisiensi penggunaan sumberdaya menjadi pertimbangan dalam mengukur hasil pembangunan pertanian.

Pada tataran implementasi konsep BCG economy dalam sistem pertanian Indonesia rasanya tidak semudah yang kita bayangkan. Perubahan iklim (climate change), penguasaan lahan pertanian per petani, keterbatasan akses teknologi dan jaringan kerjasama, serta kompetensi SDM pertanian menjadi kendala yang kita hadapi bersama yang mungkin akan menjadi penghambat laju pembangunan “new agricultural system” di Indonesia.

Tim peneliti Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fak. Teknologi Pertanian UGM telah mengembangkan suatu sistem pertanian terpadu (integrated agricultural system) yang mengintegrasikan dengan konsep BCG economy, yang dinamakan Sistem Integrasi Tanaman – Ternak – Ikan (SITTI). SITTI merupakan bentuk integrasi dari tiga sistem yang saling terkait dan memberikan respon positif berupa aliran material dan energi. Aliran energi dalam pertanian merupakan kunci keseimbangan energi di ekosistem secara keseluruhan. Seluruh kegiatan pertanian ditunjukkan untuk memperoleh produksi maksimum per unit satuan luas tertentu dari tanah pertanian, yaitu dengan (i) melakukan tata cara bertani menggunakan teknologi yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh keuntungan maksimum, (ii) menekan sekecil kecilnya ketidakmantapan dalam produksi pertanian, dan (iii) mencegah penurunan kapasitas produksi tetapi secara langsung juga tidak mengorbankan keseimbangan.

Sinergitas antara SITTI dengan BGC economy merupakan solusi penyelesaian permasalahan yang komprehensif dengan tetap mempertimbangkan kesetimbangan ekosistem, baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Ilustrasi contoh penerapan SITTI yang telah dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram pengembangan dan implementasi SITTI pendekatan BGC economy read more

Komentar Terbaru

  • Digitalisasi Tech on Webinar IMATETANI – Implementasi Teknologi Internet of Things (IoT) untuk Smart Farming
  • nabila putri on Pengenalan Field Monitoring System
  • Mangaip Blog on Webinar IMATETANI – Implementasi Teknologi Internet of Things (IoT) untuk Smart Farming
  • Emilia on Perancangan Sistem Informasi Kebutuhan Dosis Pupuk Berbasis Web Di Kebun Buah Nawungan Selopamioro Kabupaten Bantul
  • ahmad on Review – Analisis Big Data dalam Bidang Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Menara Ilmu Smart Farming

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN & BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Jln. Flora 1. Bulaksumur 55281 Yogyakarta Indonesia
  smart-farming.tp@ugm.ac.id
  +62-274-563-542
  +62-274-563-542

© Universitas Gadjah Mada 2017

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju