Universitas Gadjah Mada Smart Farming
Teknik Pertanian & Biosistem
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • Tentang Kami
  • Prestasi
  • Publikasi
  • Komunitas (CoP)
  • Kontak Kami
  • Beranda
  • features
  • page. 2
Arsip:

features

Video – AgriBIAMON: Sistem Monitoring Bioakustik untuk Pengendalian Hama Terpadu

Akademisifeatures Thursday, 22 October 2020

AGRI-BIAMON adalah alat pemonitor hama pada lahan pertanian yang terintegrasi dengan cloud. Sistem pemonitor hama ini dapat mempermudah dan membantu petani dalam pendeteksian hama di lapangan. Sistem ini menggunaan teknologi cloud untuk mendukung pengambilan data dengan Smartphone. Sistem yang dirancang terdiri dari Solar charger controller, Solar Module, GSM Modem, Microcomputer, Baterai, dan Microphone.

Penelitian ini dilakukan oleh Sumardo Purba dibawah bimbingan Dr. Andri Prima Nugroho, S.TP., M.Sc.,Ph.D. dan Susilo Hadi., S.Si., M.Si., Ph.D. Pengembangan sistem ini dilakukan di Smart Agriculture Resarch, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.

[simple-author-box]

Video – Design of Plant Growth Prediction Model in Plant Factory

Akademisifeatures Thursday, 22 October 2020

Precision agriculture is the monitoring of plant growth in a plant factory production to observe the behavior and predict the estimated yield of plant production. The plant growth is caused by external factors and nutrient availability. The estimation of plant growth considering the environmental conditions as well as initial plant height is necessary for plant management during the production cycle. So, this poster includes the aim, process, and result in plant growth prediction.

This video explains our research in the development of a plant growth prediction model based on Artificial Neural Network (ANN) conducted by Aulia Rizkiana, under the supervision of Dr. Andri Prima Nugroho, Dr. Rudiati Evi Masithoh, and Prof. Dr. Ir. Lilik Sutiarso, M.Eng. This research was conducted at Smart Agriculture Research, Department of Agricultural and Biosystems Engineering, Faculty of Agricultural Technology Universitas Gadjah Mada.

[simple-author-box]

Video – Mobile Mecavision: Automatic Plant Monitoring System as a Precision Agricultural Solution in Plant Factories

Akademisifeatures Friday, 2 October 2020

“Mobile Mecavision: Automatic Plant Monitoring System as a Precision Agricultural Solution in Plant Factories” adalah penelitian mahasiswa Teknik Pertanian, Anggit Wijanarko dibawah bimbingan Dr. Andri Prima Nugroho, Dr. Rudiati Evi Masitoh,  dan Prof. Lilik Sutiarso. Penelitian ini tergabung pada kelompok penelitian Smart Agriculture. (more…)

Video – Three Dimensional Reconstruction for Non-Destructive Plant Growth – Smart Agriculture Research

AkademisifeaturesKomunitas Sunday, 27 September 2020

Three-Dimensional (3D) Reconstruction for Non-Destructive Plant Growth Observation System Using Close-Range Photogrammetry Method adalah salah satu penelitian mahasiswa Teknik Pertanian & Biosistem M. Andi Akbar Arif dibawah bimbingan Dr. Andri Prima N., Dr. Rudiati Evi M. dan Prof. Lilik Sutiarso. Penelitian ini tergabung pada  Smart Agriculture Research Group, Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Universitas Gadjah Mada.

Sistem yang dirancang terdiri dari alat pemindai tanaman berbasis web-camera yang akan melakukan pengambilan data foto pada objek tanaman. Data foto tanaman yang telah didapatkan kemudian akan diolah menjadi objek tiga-dimensi pada software. Terakhir dilakukan proses pengukuran volumetrik terhadap objek tiga-dimensi tanaman tersebut. Tingkat keakuratan pada metode ini dilakukan dengan cara memvalidasi hasil dari pengukuran volume objek tiga-dimensi dengan pengukuran volume secara konvensional.

Alat pemindai dan rekonstruksi 3D yang dibuat terdiri dari 2 komponen utama dan 1 komponen pendukung. Komponen utama terdiri sistem akuisisi citra dua dimensi foto dan sistem rekonstruksi tiga dimensi. Untuk komponen pendukung alat ini terdiri dari rangka penyangga dari besi siku lubang, lampu LED sebagai lighting tambahan, serta kain untuk alas objek tanaman.

 

Ketika Bertani Itu Bukan Sekedar Urusan Menanam

AkademisifeaturesKomunitasPemerintahUncategorized Tuesday, 15 September 2020

Menjadi seorang urban gardener, seringkali saya ditanya oleh teman yang kebetulan berkunjung dengan kalimat ” mengapa tidak menanam brokoli?” ; “mengapa tidak menanam tanaman selada?” atau “mengapa tanamannya tidak selengkap dulu?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang mengharuskan saya menjelaskan panjang lebar mengenai karakter masing-masing tanaman yang ditanyakan atau menjelaskan musim apa yang cocok untuk menanam tanaman tertentu agar bisa tumbuh optimal.

Hidup di negara tropis yang memungkinkan bisa bertanam aneka tanaman sepanjang tahun bukan berarti semua jenis tanaman yang ditanam bisa hidup dengan baik sepanjang tahun pula. Perguliran waktu dari hari ke hari dalam satu tahun, lokasi tempat bertanam sangat berpengaruh dalam pemilihan jenis tanaman yang dihasilkan. Sebagai misal, seorang urban gardener yang tinggal di Bandung akan bisa menanam aneka sayuran bernilai ekonomis tinggi seperti brokoli, paprika, timun kyuri, dan zucchini dengan mudah sepanjang tahun, karena ketinggian tempat serta iklim mikro di sekitar tanaman relatif stabil dari waktu ke waktu.

Gambar 1. Jenis sayuran yang dapat hidup didataran rendah

Sebaliknya ketika bertanam di wilayah dataran rendah seperti Yogyakarta, pilihan tanaman yang bisa tumbuh dengan baik lebih sedikit, hanya jenis-jenis sayuran dataran rendah (seperti yang dapat dilihat pada gambar 1), terlalu banyak hambatan berbudidaya, mulai dari cuaca yang panas, serangan hama penyakit serta ketersediaan air.

Sobat Smart Farmer, pemahaman hal dasar seperti diatas tentu menjadi sangat perlu, karena menurut saya bertani bukan lagi urusan menebar benih, menanam bibit dan memelihara tanaman, serta menghasilkan tanaman. Dalam bertani terkandung seni memahami setiap fenomena yang berkembang dari waktu ke waktu serta memahami karakter alam dan tanaman yang pada akhirnya memang perlu juga memahami pola konsumsi masyarakat yang berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainnya.

Pada masa lalu masyarakat pertanian secara umum lebih mengedepankan ilmu titen dalam memahami karakter alam, menciptakan pranata mangsa jika di pulau Jawa, atau menggunakan Kerta Mase jika di pulau Bali untuk memudahkan menandai waktu menanam, memupuk, memanen umbi, memanen sayuran dan kapan bisa mengolah makanan tertentu. Namun patut disayangkan pengetahuan lokal tersebut kebanyakan diwariskan dalam bentuk pitutur turun temurun, bukan pengetahuan tertulis sekelas old farmer almanac di Amerika yang terdokumentasikan dengan baik selama ber abad-abad.

Sejalan perkembangan waktu dan tuntutan ekonomi, masyarakat mulai melupakan ilmu titen dan pemahaman akan pengetahuan dasar tata musim tradisional sehingga akhir-akhir ini banyak orang yang menanam sekedar menanam, urusan hasil serahkan pada nasib. Hal ini perlu disikapi dengan adanya pengamatan fenomena yang lebih modern dalam kurun waktu tertentu dengan tujuan akhir automatisasi untuk menandai waktu-waktu optimum dalam menanam dan berbudidaya pertanian secara luas. Dengan begitu, tercipta praktek bertanam yang bukan sekedar menanam, tetapi mempunyai dasar ilmiah mengenai berbagai pilihan jenis dan waktu tanam yang selaras dengan kondisi alam, bukan melulu sekedar urusan menanam.

Sribudi Astuti, alumni TEP angkatan 1997, Pegiat Urban Farming, Pengelola UPT Sub Terminal Agribisnis Tempel merqngkap Kasubbag Perencanaan & Evaluasi Dinas Pertanian pangan dan Perikanan Kab. Sleman.

Hidung Elektronik (E-Nose) untuk Klasifikasi Aroma Kopi Dibandingkan dengan Alat Laboratorium Standard dan Uji Sensoris

AkademisifeaturesUncategorized Tuesday, 15 September 2020

Teknologi hidung elektronik (e-nose) menjadi salah satu teknologi baru (emerging technology) yang banyak dikaji oleh peneliti. Keinginan untuk dapat membantu dan atau menggantikan indera penciuman biologis sebagai salah satu perangkat ukur mutu suatu produk telah mendorong banyak peneliti untuk mengembangkan teknologi tersebut.

Tidak hanya sifat pengukurannya yang lebih obyektif, e-nose memungkinkan dirancang untuk tujuan khusus yang lebih spesifik dibandingkan dengan indera penciuman biologis. Berita terbaru, perangkat e-nose telah dikembangkan untuk mengidentifikasi adanya infeksi virus Covid-19 hanya dengan menggunakan udara pernafasan.

Sebenarnya seperti apa teknologi tersebut dan kemampuannya untuk mengidentifikasi aroma produk pertanian? Beberapa waktu yang lalu, serangkaian kegiatan riset untuk mengkaji kemampuan e-nose dengan basis deret sensor gas sebagai perangkat pengklasifikasi aroma kopi telah dilakukan.

Kemampuan klasifikasi tersebut dibandingkan dengan klasifikasi sampel yang sama menggunakan peralatan laboratorium standard dan metode uji sensoris yang merupakan metode pengukuran mutu produk kopi yang banyak diterapkan di industry. Uraian terhadap hasil kajian tersebut dapat disajikan pada tautan: http://www.iaej.cn/EN/abstract/abstract1201.shtml (http://114.255.9.31/iaej/EN/Y2020/V29/I2/35).

 

Dr. Radi, STP., M.Eng.

Dosen dan peneliti di bidang Agricultural Control and Automation. Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada.

Hidung Elektronik (E-Nose) Sebagai Perangkat Pemonitor Mutu Kopi Pada Proses Penyangraian

AkademisifeaturesUncategorized Tuesday, 15 September 2020

Dalam proses pengolahan kopi sekunder, sangrai merupakan proses yang berperan penting dalam pembentukan citarasa produk kopi. Untuk menjamin mutu yang baik, proses sangrai harus dimonitor dan dievaluasi secara terus-menerus hingga target derajat sangrai yang dikehendaki dapat dicapai.

Industri pengolahan kopi sekunder umumnya menggunakan metode konvensional, yaitu dengan mempercayakan kegiatan monitoring dan pengendalian proses sangrai pada operator yang telah dilatih. Beberapa metode monitoring mutu sangrai telah dikaji oleh beberapa peneliti, yang secara umum dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok peneliti yang focus pada penggunaan parameter fisik biji kopi selama sangrai dan sebagian lain menitikberatkan pada parameter mutu kimia dari proses sangrai tersebut.

Meskipun telah banyak dikaji, pada prakteknya penggunaan operator sebagai pemonitor dan pengendali proses sangrai masih menjadi pilihan utama. Mewarnai kajian tersebut, penelitian tentang penerapan e-nose untuk memonitor proses penyangraian kopi telah dilakukan. Dalam hal ini, e-nose dirancang dengan basis deret sensor gas yang dikombinasikan dengan sistem pengkondisi signal dan sistem perekam serta penganalisis data.

Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara respon deret sensor dengan derajat sangrai. Hasil penelitian secara lengkap disajikan pada tautan: https://doi.org/10.1142/S0218126616501164.

 

Dr. Radi, STP., M.Eng.

Dosen dan peneliti di bidang Agricultural Control and Automation. Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada.

Model Wireless Sensor Network (WSN) Berbasis Modul Radio Frekuensi (RF Module) untuk Pengembangan Smart Irrigation System (SIS) pada Lahan Perkebunan

AkademisifeaturesKomunitasPemerintahUncategorized Tuesday, 15 September 2020

Irigasi menjadi bagian penting dalam kegiatan usaha tani. Seiring dengan semakin terbatasnya sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian tersebut, petani modern mulai menerapkan metode pemberian air pada tanaman budidaya secara presisi, yaitu sebuah cara pemberian air yang menggunakan dasar ukuran tertentu. Dengan kata lain, pemberian air tidak dilakukan semaunya, tetapi didasarkan atas kebutuhan tumbuh tanaman. Untuk tujuan tersebut, penerapan sistem pengaturan pada pemberian air irigasi banyak dikembangkan.

Dalam pertanian skala besar, seperti pada perkebunan, pengaturan air irigasi sangat diperlukan. Disamping untuk mengurangi kebutuhan tenaga kerja, pengaturan tersebut juga dapat mengoptimalkan luasan budidaya dari ketersediaan sumber air yang terbatas.

Meskipun berbagai teknologi Internet of Thing (IoT) telah memberikan peluang pengembangan sistem irigasi cerdas (smart irrigation system, SIS), beberapa perkebunan di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Sebagai contoh misalnya perkebunan nanas di PT. Great Giant Food Lampung yang memiliki lahan budidaya luas, sebagian besar wilayah perkebunannya tidak terjangkau oleh jaringan internet. Kondisi tersebut menjadi penghambat pada penerapan teknologi IoT yang tersedia saat ini.

Salah satu upaya untuk tetap mengembangkan sistem irigasi tersebut adalah dengan menerapkan teknologi komunikasi data berbasis jaringan frekuensi radio (radio frequency, RF) untuk mengubungkan titik-titik (node) yang menjadi bagian dari SIS tersebut. Salah satu kajian penerapan teknologi RF sebagai penghubung antar node dalam sebuah SIS diberikan pada: https://doi.org/10.1109/CENIM.2018.8710986.

 

Dr. Radi, STP., M.Eng.

Dosen dan peneliti di bidang Agricultural Control and Automation. Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada.

Perancangan Automatic Water Level Monitoring System (AWLMS) Berbasis Iot untuk Saluran Irigasi Sekunder dan Tersier

AkademisifeaturesKomunitasPemerintah Tuesday, 14 July 2020

Salah satu bentuk pengelolaan irigasi adalah pengamatan dan pencatatan tinggi muka air pada bangunan ukur debit, kegiatan ini biasanya dilakukan secara manual. Salah satu kelemahan pencatatan secara manual ini adalah kurang efektif dan efisien seringkali petugas tidak teliti dan lupa dalam membaca tinggi muka air. Perlu adanya alat pemantau tinggi muka air secara otomatis dan real-time khususnya untuk saluran irigasi sekunder dan tersier untuk memudahkan pemantauan dan pencatatan serta untuk mencapai pengelolaan jaringan irigasi yang efektif dan efisien guna mendukung program modernisasi irigasi.

Monitoring Tinggi Muka Air Otomatis

Sensor pada AWLMS akan mengukur ketinggian muka air pada suatu saluran, data ketinggian muka air kemudian dikirim menggunakan koneksi Internet yang bersumber dari router yang dipasang di rumah pengamat yang terletak tidak jauh dari saluran pengukuran. Data akan dikirimkan setiap lima menit sekali sehingga dapat dimonitor secara real-time. Saat koneksi Internet terputus data akan disimpan pada penyimpanan lokal dan akan dikirim ke cloud server saat koneksi Internet kembali tersambung, sehingga kemungkinan data lost dapat diminimalisir.

Pengembangan Sistem

AWLMS yang dirancang berbasis mikrokontroller Wemos D1 Mini dengan sensor jarak ultrasonik tipe US-100 yang dilengkapi dengan data logger module dan charging module serta baterai sebagai sumber daya alat. Solar panel pada AWLMS berfungsi untuk mengisi ulang daya baterai sehingga alat dapat beroperasi secara terus menerus.

Kinerja Monitoring Ketinggi Muka Air di Flume Saluran Irigasi Sekunder

Pengujian AWLMS di flume saluran sekunder BBG4, Bedegolan dilakukan untuk mengetahui kinerja monitoring tinggi muka air pada kondisi real. Data tinggi muka air kemudian diubah menjadi debit dengan persamaan yang telah tersedia untuk saluran tersebut. AWLMS mampu memonitor perubahan tinggi muka air dengan baik. Data tinggi muka air terbesar yang terekam oleh AWLMS adalah 53 cm dengan debit air sebesar 623,198 lt/detik yang terjadi pada tanggal 1 Juni 2020. Data 0 cm pada hasil monitoring menunjukan bahwa saat itu kondisi saluran sedang kering, hal ini disebabkan oleh penutupan. Perubahan tinggi muka air pada saluran irigasi disebabkan oleh hujan ataupun pengaturan pintu intake di saluran irigasi. Pada kasus ini faktor yang sangat mempengaruhi perubahan tinggi muka air adalah pengaturan pintu intake pada saluran irigasi.

[simple-author-box]

“BGC Economy Based Integrated Agricultural System” Sebuah Konsep Pengembangan “New Agricultural System” Di Indonesia

AkademisifeaturesKomunitasPemerintah Monday, 13 July 2020

Label Indonesia sebagai negara agraris perlu dikaji ulang dengan memperhatikan berbagai faktor dan fakta yang ada saat ini. “Orang bilang tanah kita tanah surga .. tongkat kayu dan batu jadi tanaman” merupakan penggalan lirik lagu “Kolam Susu” yang dinyanyikan Koes Plus pada era tahun 70’an, pastinya sudah tidak cocok lagi dengan kondisi sekarang. Pekerjaan sebagai petani tidak lagi memberikan kebanggaan pada diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Apalagi kalau sektor ini menjadi mata pencaharian utama untuk mendukung ekonomi keluarga, bisa dikatakan bahwa keluarga petani masih berada di bawah batas hidup yang layak. Sebenarnya kalau kita melihat angka-angka capaian dalam indikator pembangunan pertanian Indonesia, antara lain; produktivitas tanaman pangan pokok, rasio impor – ekspor dan indeks daya saing produk pertanian, nilai tukar petani, sumbangan PDB sektor pertanian dibanding dengan sektor lain, serta laju konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian per tahun, memberikan kesimpulan bahwa kita harus melakukan perubahan paradigma (reorientasi dan re-design) pembangunan pertanian yang paling mendasar.

Pembangunan pertanian selama ini masih pada tataran pemenuhan sarana prasarana fisik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas, misalnya; pengadaan alat dan mesin pertanian, subsidi pupuk, sarana saluran irigasi, yang tentunya untuk kepentingan pengukuran capaian kinerja serapan anggaran mudah untuk dilakukan. Kita belum bisa mendapatkan bukti nyata dampak positif yang signifikan. Belum ada perubahan nyata terkait dengan indikator makro sektor pertanian kita sehingga mampu bersaing dengan negara-negara tetangga kita.

Solusi yang telah banyak dikemukakan oleh para pakar bidang pertanian di Indonesia, baik yang berasal dari perguruan tinggi maupu badan litbang terkait sebenarnya memberikan angin segar bagi perubahan arah kebijakan pembangunan pertanian Indonesia. Perubahan kondisi global terkait dengan sistem pertanian memberikan dukungan yang kuat untuk kita berubah, salah satunya berkembangnya konsep bio-economy, green economy, circular economy (BGC economy) yang pada intinya memberikan peran lebih dominan sektor pertanian sebagai basis pertumbuhan ekonomi suatu negara. Optimalisasi sistem pertanian dan sumberdaya pendukungnya memegang peranan dalam penentuan kebijakan “new agricultural system” di Indonesia. Banyak referensi terkait dengan pengembangan konsep BCG economy yang pada dasarnya bisa digambarkan seperti dalam Gambar 1.

Gambar 1. Penerapan model BCG economy dalam sistem pertanian.

(Sumber: D.D’Amato et.al., 2017)

Pendekatan konsep BCG economy yang diterapkan pada pembangunan sistem pertanian memberikan arah yang lebih jelas dalam pengukuran indikator keberhasilannya, yaitu; nilai tambah ekonomi yang dihasilkan oleh sistem tersebut, selain itu tentunya parameter produktivitas, kualitas, maupun efisiensi penggunaan sumberdaya menjadi pertimbangan dalam mengukur hasil pembangunan pertanian.

Pada tataran implementasi konsep BCG economy dalam sistem pertanian Indonesia rasanya tidak semudah yang kita bayangkan. Perubahan iklim (climate change), penguasaan lahan pertanian per petani, keterbatasan akses teknologi dan jaringan kerjasama, serta kompetensi SDM pertanian menjadi kendala yang kita hadapi bersama yang mungkin akan menjadi penghambat laju pembangunan “new agricultural system” di Indonesia.

Tim peneliti Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fak. Teknologi Pertanian UGM telah mengembangkan suatu sistem pertanian terpadu (integrated agricultural system) yang mengintegrasikan dengan konsep BCG economy, yang dinamakan Sistem Integrasi Tanaman – Ternak – Ikan (SITTI). SITTI merupakan bentuk integrasi dari tiga sistem yang saling terkait dan memberikan respon positif berupa aliran material dan energi. Aliran energi dalam pertanian merupakan kunci keseimbangan energi di ekosistem secara keseluruhan. Seluruh kegiatan pertanian ditunjukkan untuk memperoleh produksi maksimum per unit satuan luas tertentu dari tanah pertanian, yaitu dengan (i) melakukan tata cara bertani menggunakan teknologi yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh keuntungan maksimum, (ii) menekan sekecil kecilnya ketidakmantapan dalam produksi pertanian, dan (iii) mencegah penurunan kapasitas produksi tetapi secara langsung juga tidak mengorbankan keseimbangan.

Sinergitas antara SITTI dengan BGC economy merupakan solusi penyelesaian permasalahan yang komprehensif dengan tetap mempertimbangkan kesetimbangan ekosistem, baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. Ilustrasi contoh penerapan SITTI yang telah dikembangkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram pengembangan dan implementasi SITTI pendekatan BGC economy

[simple-author-box]

123

Komentar Terbaru

  • Digitalisasi Tech on Webinar IMATETANI – Implementasi Teknologi Internet of Things (IoT) untuk Smart Farming
  • nabila putri on Pengenalan Field Monitoring System
  • Mangaip Blog on Webinar IMATETANI – Implementasi Teknologi Internet of Things (IoT) untuk Smart Farming
  • Emilia on Perancangan Sistem Informasi Kebutuhan Dosis Pupuk Berbasis Web Di Kebun Buah Nawungan Selopamioro Kabupaten Bantul
  • ahmad on Review – Analisis Big Data dalam Bidang Pertanian
Universitas Gadjah Mada

Menara Ilmu Smart Farming

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN & BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

Jln. Flora 1. Bulaksumur 55281 Yogyakarta Indonesia
  smart-farming.tp@ugm.ac.id
  +62-274-563-542
  +62-274-563-542

© Universitas Gadjah Mada 2017

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY