Dewasa ini, produksi padi di Indonesia sempat mengalami penurunan. Seperti di Yogyakarta, terjadi penurunan sebesar 0,18%. Salah satu penyebabnya adalah serangan hama pada tanaman budidaya. Maka dari itu perlu dilakukan penanggulangan berupa pengendalian hama terpadu. Metode yang banyak digunakan yaitu Passive Acoustics Monitoring. Sobat Smart Farmer, metode ini memanfaat sinyal akustik dari organisme untuk memonitoring pola perilaku oragnisme satu dengan yang lain. Serangga jangkrik merupakan salah satu organisme yang bisa menjadi hama tanaman. Dengan menggunakan metode ini periode waktu aktif serangga jangkrik akan dapat diketahui.
Komunitas
Sejalan dengan berlangsungnya revolusi industri menuju era industri 4.0 telah membawa perubahan yang sangat signifikan, tidak hanya pada bergesernya jenis teknologi yang kita gunakan, tetapi lebih penting lagi adalah perubahan pola pikir (mindset) dalam memasuki era industri yang baru ini. Hal ini memberikan pengaruh terhadap arah pembangunan nasional yang tadinya bertumpu pada sektor pertanian menjadi industri yang kemudian berdampak pada wajah sistem pertanian Indonesia.
Sistem pertanian tidak lagi hanya dipersepsikan sebagai kegiatan bercocok tanam saja semata, tetapi pertanian merupakan bagian sistem industri yang ditandai dengan transformasi bahan baku (raw materials) menjadi produk pertanian (agricultural products) yang siap untuk dimanfaatkan dan memiliki nilai tambah, baik dari aspek ekonomi, sosial maupun lingkungan. Paling tidak ada tiga tahapan dalam sistem industri pertanian yang dapat diidentifikasi, yaitu; (i) sub sistem penyediaan bahan baku, (ii) sub sistem pengolahan, dan (iii) sub sistem distribusi dan pemasaran.
Pengendalian Iklim Mikro Berbasis Cloud Technology
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh langsung terhadap fisik pada suatu lingkungan. Masalah yang sering timbul dalam budidaya tanaman konvensional adalah sulitnya untuk memantau kondisi lingkungan karena terus-menerus berubah. Oleh karena itu, diperlukan sistem monitoring yang dapat bekerja secara kontinyu dan realtime untuk memecahkan masalah tersebut.
Penggunaan Cloud Technology dapat mempermudah dalam pengelolaan data monitoring kondisi lingkungan secara real time. Cloud Technology sendiri merupakan teknologi yang memanfaatkan layanan internet menggunakan cloud server yang bersifat virtual dengan tujuan pemeliharaan data. Dengan adanya Cloud Technology maka data yang ada dapat diakses sewaktu-waktu sehingga mempermudah pekerjaan. Penyimpanan data dengan cloud server-pun dapat mengurangi beban penggunaan penyimpanan data lokal seperti SD card, flashdisk dan sebagainya. Untuk itu, diperlukan sebuah sistem monitoring lingkungan yang dapat memonitor kondisi lingkungan secara real-time berbasis Cloud Technology.
Salah satu bentuk pengelolaan irigasi adalah pengamatan dan pencatatan tinggi muka air pada bangunan ukur debit, kegiatan ini biasanya dilakukan secara manual. Salah satu kelemahan pencatatan secara manual ini adalah kurang efektif dan efisien seringkali petugas tidak teliti dan lupa dalam membaca tinggi muka air. Perlu adanya alat pemantau tinggi muka air secara otomatis dan real-time khususnya untuk saluran irigasi sekunder dan tersier untuk memudahkan pemantauan dan pencatatan serta untuk mencapai pengelolaan jaringan irigasi yang efektif dan efisien guna mendukung program modernisasi irigasi.
Pergerakan Tanaman dan Ritme Sirkadian
Pergerakan tanaman merupakan salah satu proses yang terjadi akibat adanya iritabilitas yang dimiliki oleh tanaman baik mendekati maupun menjauhi rangsangan. Sobat Smart Farmer, tahukah kalian jika pergerakan tanaman memiliki sebuah irama yang dipicu oleh adanya jam biologis? Jam biologis adalah fluktuasi periodik dalam biologi organisme yang sesuai untuk menanggapi terjadinya perubahan kondisi lingkungan secara periodik. Jam biologis pada tanaman akan membentuk sebuah siklus biologi. Pada tanaman, siklus tersebut akan berulang setiap 24 jam dan disebut dengan ritme sirkadian seperti yang dapat dilihat pada gambar 1.1.

Bagian 1. Interaksi gelombang elektromagnetik dengan bahan pangan dan pertanian
Gelombang elektromagnetik (GEM) merupakan energi yang memiliki sifat listrik dan magnet. Karena GEM tersebut merambat mengikuti garis lurus dan tidak memerlukan media untuk merambat maka sering disebut radiasi GEM. Parameter GEM didefinisikan oleh tiga faktor dasar yaitu frekuensi (f), panjang gelombang (λ), dan energi foton (E). Frekuensi adalah jumlah gelombang siklus per satuan waktu (Hz, jumlah siklus per detik), yang berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Gambar 1 menunjukkan bahwa jika panjang gelombang suatu energi adalah panjang maka frekuensi dan energinya rendah, serta sebaliknya.
Gambar 1. Hubungan antara panjang gelombang (λ), frekuensi (f), dan energi (E)
Label Indonesia sebagai negara agraris perlu dikaji ulang dengan memperhatikan berbagai faktor dan fakta yang ada saat ini. “Orang bilang tanah kita tanah surga .. tongkat kayu dan batu jadi tanaman” merupakan penggalan lirik lagu “Kolam Susu” yang dinyanyikan Koes Plus pada era tahun 70’an, pastinya sudah tidak cocok lagi dengan kondisi sekarang. Pekerjaan sebagai petani tidak lagi memberikan kebanggaan pada diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Apalagi kalau sektor ini menjadi mata pencaharian utama untuk mendukung ekonomi keluarga, bisa dikatakan bahwa keluarga petani masih berada di bawah batas hidup yang layak. Sebenarnya kalau kita melihat angka-angka capaian dalam indikator pembangunan pertanian Indonesia, antara lain; produktivitas tanaman pangan pokok, rasio impor – ekspor dan indeks daya saing produk pertanian, nilai tukar petani, sumbangan PDB sektor pertanian dibanding dengan sektor lain, serta laju konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian per tahun, memberikan kesimpulan bahwa kita harus melakukan perubahan paradigma (reorientasi dan re-design) pembangunan pertanian yang paling mendasar.
Selamat siang sobat smart-farmer, kali ini artikel yang akan kita bahas adalah “Studi Pola Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica rapa var. parachinensis L.) Hidroponik di dalam Greenhouse Terkontrol” yang ditulis oleh Mareli Telaumbanua, Bambang Purwantana, Lilik Sutiarso, Mohammad Affan Fajar Falah. Artikel ini dipublikasikan di Jurnal Agritech UGM pada tahun 2016. Abstrak dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tanaman sayuran harus dibudidayakan dengan optimal agar diperoleh hasil yang maksimal. Di wilayah tropis seperti di Indonesia, pertumbuhan tanaman sayuran dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti kelembaban, suhu, nutrisi dan cahaya. Untuk memperoleh kondisi yang optimal dan terkendali selama periode pertumbuhan, tanaman sawi dibudidayakan secara hidroponik di dalam greenhouse. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan tanaman sawi (Brassica rappa var. parachinensis L.) yang dibudidayakan secara hidroponik di dalam greenhouse yang dilengkapi dengan kendali suhu, nutrisi dan cahaya. Tujuan penelitian adalah menentukan kombinasi faktor terbaik yang memberikan pertumbuhan paling optimal. Penelitian dilakukan dengan memberikan tiga perlakuan dengan tiga variasi yaitu suhu (32 °C, 35 °C, dan 38 °C), nutrisi (2 mS/cm, 5 mS/cm, dan 8 mS/cm), dan cahaya (7000 lux, 12000 lux, dan 17000 lux) sehingga terdapat 27 ruang budidaya atau greenhouse dengan iklim mikro yang berbeda. Tingkat pertumbuhan ditentukan berdasarkan luas daun dan diukur selama 48 hari budidaya. Kendali di dalam masing- masing greenhouse dilakukan oleh aktuator pompa, lampu pijar dan lampu TL (Flourescent Lamp). Hasil penelitian menunjukkan suhu, nutrisi dan cahaya berpengaruh pada pertumbuhan tanaman sawi. Dari hasil analisis faktor tunggal, luas daun maksimum dihasilkan pada suhu 35 °C yaitu 565 cm-, nutrisi 5 mS/cm yaitu 639,27 cm- dan cahaya 17000 lux yaitu 697,42 cm-. Secara kombinasi, tingkat pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan suhu 35 °C, nutrisi 5 mS/cm, dan cahaya 17000 lux dengan hasil luas daun mencapai 1068,82 cm-.
Selamat pagi sobat smart-farmers, kali ini kami akan mengulas secara singkat mengenai salah satu penelitian yang ada di smart-farming yaitu “Smart Agriculture Framework”. Apa itu SAF?, ini adalah terminologi yang kami gunakan untuk kerangka kerja yang membantu proses smart yang kami usulkan. Kerangka kerjanya (framework) tersusun atas sistem komputasi yang dirancang berjalan di cloud (server) dengan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan operasional pertanian di lapangan.
Smart Agriculture Framework disusun dari pengetahuan mengenai Agricultural Climatology, pengetahuan tentang iklim, cuaca, baik skala mikro maupun makro (musim), serta pengetahuan mengenai pranoto mongso. Penyusun selanjutnya adalah Plant Biology, pengetahuan mengenai bagaimana interaksi antara lingkungan dan tanaman serta bagaimana tanaman bertumbuh kembang dengan baik, istilah yang biasa dipakai adalah fisiologi tanaman. Selanjutnya adalah Data Science, ilmu mengenai bagaimana data yang diperoleh dapat diolah menjadi informasi, pengetahuan, dan pada akhirnya dapat menjadi kearifan lokal (wisdom). Berikutnya adalah teori kontrol (Control Theory), sebagai respon dalam pengelolaan data/informasi yang telah disusun. Pengetahuan kontrol ini lah yang akan digunakan oleh framework dalam memberikan respon untuk proses kendali lingkungan dan juga pendukung pengambilan keputusan pada operasional produksi pertanian.
Selamat pagi sobat smart-farmer, berikut ini akan kami ulas mengenai penelitian mengenai perancangan sistem monitoring evapotranspirasi yang diaplikasikan di greenhouse untuk tanaman tomat. Bagi sobat yang belum pernah mendengar istilah Evapotranspirasi, berikut ini sedikit ulasannya.
Evapotranspirasi adalah sebuah proses penguapan yaitu hilangnya keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah, air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh karena adanya pengaruh faktor–faktor iklim dan fisiologi vegetasi. Besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal dari permukaan tanah), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari permukaan tajuk vegetasi), dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui vegetasi) yang terjadi secara bersamaan. Penghitungan ET dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pencarian ETo terlebih dahulu. ETo (evaporasi tanaman referensi) yaitu laju evapotranspirasi dari permukaan berumput luas setinggi 8-15 cm, rumput hijau yang tingginya seragam, tumbuh aktif, secara lengkap menaungi permukaan tanah dan tidak kekurangan air.
Komentar Terbaru